Kesepuluh firman menyatakan kasih kepada Allah dan
sesama. Tiga firman yang pertama terutama yang berhubungan dengan kasih kepada
Allah, tujuh yang lain berhubungan dengan kasih kepada sesama. “Seperti kasih
mencakup dua perintah dan pada keduanya itu Tuhan menggantungkan seluruh hukum
Taurat dan Kitab para nabi.... demikianlah kesepuluh perintah dibagi atas dua
loh batu. Tiga ditulis pada batu yang satu dan tujuh pada batu yang
lain”(Agustinus).
Demikian sepuluh firman dalam Kitab Keluaran 20:1-17 dan
Ulangan 5:6-21 diringkas oleh santo Agustinus dan selanjutnya dikenal dalam
tradisi kateketis sebagai berikut:
Aku Allah, Tuhanmu.
- Jangan memuja berhala, berbaktilah kepada-Ku saja dan cintailah Aku lebih dari pada segala sesuatu.
- Jangan menyebut nama Allah, Tuhanmu, tidak dengan hormat.
- Kuduskanlah hari Tuhan.
- Hormatilah ibu-bapamu.
- Jangan membunuh.
- Jangan berbuat cabul. Ã Jangan berzinah
- Jangan mencuri.
- Jangan naik saksi dusta terhadap sesamamu manusia.
- Jangan ingin berbuat cabul. Ã Jangan mengingini istri sesamamu
- Jangan ingin akan milik sesamamu manusia secara tidak adil.
1.
ASAL
USUL 10 PERINTAH ALLAH DALAM GEREJA KATOLIK
A. DEKALOG
DALAM KITAB SUCI:
“Dekalog”
secara harafiah berarti “sepuluh firman” (Kel 20:2-17 dan Ul 5:6-21). Allah
mewahanyaukan sepuluh firman itu kepada umat-Nya di gunung
suci Sinai. Berbeda dengan perintah-perintah lain yang ditulis Musa, sepuluh
firman ini ditulis oleh jari Allah sendiri. Karena itu firman itu merupakan
kata-kata Allah dalam arti khusus. Firman-firman
itu diwahanyaukan oleh Allah kepada kita dalam kitab Keluaran dan
Ulangan.
Dekalog
harus dimengerti dalam hubungan dengan keluaran dari Mesir,
pembebasan Allah yang
besar yang terdapat dalam pusat Perjanjian
Lama. Sepuluh firman ini entah dirumuskan secara negatif sebagai larangan, atau
secara positif sebagai perintah (seperti, hormatilah ayah dan ibumu),
menunjukkan syarat-syarat untuk satu kehidupan yang dibebaskan dari
perhambaan dosa. Dekalog adalah jalan kehidupan.
Kekuatan
dekalog yang membebaskan ini kelihatan, umpamanya dalam perintah mengenai
istirahat pada hari sabat, yang berlaku juga untuk orang asing dan budak: ”Sebab haruslah kau
ingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar
dari sana oleh Tuhan Allahmu, dengan tangan yang kuat dan lengan yang
teracung”(Ul 5:15).
Di
dalam sepuluh firman
disimpulkan dan diumumkan hukum Allah: “Firman itulah yang diucapkan Tuhan kepada seluruh jemaat dengan suara nyaring di
gunung, dari tengah-tengah api, awan dan ditulis-Nya semuanya itu pada dua loh
batu, lalu diberikan-Nya kepadaku (Ul 5:22). Karena
itu kedua loh batu itu dinamakan “Loh Perjanjian”. Mereka berisikan
ketentuan-ketentuan perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Kedua loh perjanjian
ini harus disimpan di dalam tabut (Kel 25:16,
40:3).
Sepuluh
firman itu diucapkan oleh Allah dalam rangka satu teofani,
Tuhan telah berbicara berhadapan muka dengan kamu di gunung dan di
tengah-tengah api. Sepuluh firman itu termasuk dalam
pewahanyauan diri Allah dan kemuliaan-Nya. Di dalam
firman-firman itu Allah memberi Diri sendiri dan kehendak-Nya yang kudus. Dengan menyatakan
kehendak-Nya Allah menyatakan diri kepada umat-Nya.
Anugerah
firman dan hukum adalah bagian dari perjanjian
yang Allah adakan dengan orang-orang-Nya. Menurut kitab
Keluaran, wahanyau dari sepuluh firman itu terjadi dalam jangka waktu antara
penawaran perjanjian dan pengikatan perjanjian, setelah umat itu mewajibkan
diri untuk melakukan segala
sesuatu yang dikatakan Tuhan, dan supaya mematuhi Dia (Kel 24:7). Dekalog baru
disampaikan, kalau sebelumnya diperingatkan akan perjanjian itu (Tuhan Allah
kita telah mengikat prjanjian dengan kita di Hoereb, Ul
5:2).
Firman-firman
itu memperoleh artinya yang
penuh dalam rangka perjanjian.
Menurut Kitab Suci, tindakan moral manusia mendapat arti yang sebenarnya di dalam perjanjian dan oleh
perjanjian. Yang
pertama dari sepuluh firman itu mengingatkan bahwa Allah mengasihi umat-Nya
lebih dahulu. Firman-firman itu sendiri baru menyusul di tempat kedua.
Firman-firman itu mengatakan apa yang harus dilakukan berdasarkan hubungan dengan
Allah yang diadakan melalui perjanjian. Pelaksanaan hidup kesusilaan adalah jawaban atas tindakan
Tuhan yang penuh kasih. Jawaban itu berupa pengakuan, pemberian hormat dan
terima kasih kepada Allah. Jawaban itu merupakan kerja sama dalam rencana yang
Allah laksanakan dalam sejarah
B. DEKALOG
DALAM TRADISI GEREJA:
Sejak
santo Agustinus sepuluh firman itu mendapat tempat penting dalam pengajaran untuk
calon baptis dan umat beriman. Dalam abad ke-15 muncul pula kebiasaan menyusun
kembali firman-firman dekalog dalam rumusan positif dan dalam bentuk sajak yang
mudah diingat. Kebiasaan itu untuk sebagian masih ada sampai sekarang.
Katekismus Gereja Katolik sering kali menerangkan ajaran kesusilaan Kristen
berdasarkan sepuluh firman.
Dalam
peredaran sejarah firman-firman itu dibagi dan diuruntukan secara
berlain-lainan. Katekismus Gereja Katolik mengikuti pembagian yang dibuat oleh
santo Agustinus dan telah menjadi tradisi dalam Gereja Katolik. Pembagian ini
juga digunakan dalam pengakuan iman Luteran. Bapa-Bapa Yunani memakai pembagian
yang agak lain, yang
terdapat dalam Gereja Ortodoks dan
persekutuan aliran Calvin.
2.
PENTINGNYA
SEPULUH FIRMAN ALLAH
Pengalaman
menunjukkan bahwa dalam pelajaran agama baik
di sekolah maupun di luar sekolah, di
rumah, di sekolah, perayaan ekaristi hari minggu sepuluh Firman itu tetap dipakai sampai
sekarang.
Sepuluh
perintah Allah adalah hukum Allah,
karena berasal dari Allah, maka kudus dan khusus. Karena itu harus ditaati.“Janganlah kamu menyangka bahwa
Aku datang untuk meniadakah hukum taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan
untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya (Mat 5:17). Sepuluh perintah
Allah bukan untuk dibatalkan melainkan untuk digenapi
Sepuluh
perintah Allah itu sangat bernilai, perintah-perintahnya tepat dan pasti. Isinya
komprehensif. Perintah-perintah itu menyentuh soal moral dalam hidup manusia. Setiap orang akan mengakui
bahwa membutuhkan nasihat berkenaan dengan nilai-nilai moral secara tepat dan
pasti.
Memang
bukan perkara yang mudah menerapkan nilai-nilai abstrak seperti keadilan, keprihatinan, pelayanan, penghargaan
disebut itu.
3.
REFLEKSI
TENTANG DARI MANAKAH SEPULUH
PERINTAH ALLAH?
Kitab
Perjanjian Lama mengisahkannya sebanyak 2 kali dalam dua redaksi teks yang
berbeda, yaitu dalam Keluaran 20:1-17 dan Ulangan 5: 6-22. Demikian kemudian
sepuluh perintah Allah diterima oleh umat itu sebagai Hukum Allah.
Sepuluh
perintah Allah berfungsi mengarahkan jalan umat Allah, agar di dalam
perjalanannya mereka bebas dari kebodohan dan nafsu. Seorang Israel yang baik:
dulu, sekarang dan nanti mengaanggap bahwa memegang sepuluh perintah Allah
merupakan cara mereka mengungkapkan syukur dan hidup berdasarkan hubungan
mereka dengan Allah. Perintah Allah akan bermakana bila dilihat dan diletakkan dalam
konteks hubungan kasih dengan Allah. Dari mana asal usul sepuluh perintah Allah
itu? Dan kemanakah perginya sepuluh perintah Allah itu? Sesuatu telah terjadi
sebelum ada sepuluh perintah Allah itu. Yaitu Perjanjian antara Allah dengan
umat-Nya. Perjanjian itu menunjukkan hubungan khusus antara Allah dengan
umat-Nya. “Mereka adalah umat-Nya dan Ia adalah Allah mereka”
Konkritnya
Allah berjanji, Ia akan melaksanakan penebusan atas umat manusia melalui bangsa
yang dipilihNya itu. Ia berjanji akan tetap setia pada mereka dan membebaskan
mereka dari dosa. Sebaliknya Umat itu berjanji untuk setia kepada-Nya, hanya
menyembah Dia dan melaksanakan sepuluh perintah Allah. Dengan kata lain sepuluh
perintah Allah itu merupakan bagian dari perjanjian mereka.
4.
NILAI
YANG TERKANDUNG DALAM SEPULUH PERINTAH ALLAH.
1. Kerangka bagian-bagian dekalog diperuntukan bagi bangsa yang
tidak terdidik yang hidup dalam suasana permusuhan. Untuk menjadi umat Allah orang
Israel harus melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam dasa firman
itu.
2. Sepuluh perintah Allah mempunyai nilai abadi yang
terbungkus di dalam paket perjanjian
bangsa Israel. Kita perlu membukanya untuk menemukan nilai –nilai nya di
dalam terang wafat dan kebangkitan Yesus Kristus dan kemudian menetapkannya dengan persoalan moral dan
tantangan pada masa kini.
3. Jika kita merasakan bahwa tuntutan untuk melaksanakan
hukum Allah, baik lama maupun yang baru, merupakan keterpaksaan, beban yang
diletakkan kepada kita oleh Tuhan, maka kita tidak menangkap makana hukum Allah.
Karena itu kita seharusnya:
Menemukan Allah sebagai pribadi yang mencintai kita, yang membebaskan kita dari perbudakan, dan pribadi
yang mau menjadi Allah kita.
Dengan demikian secara keseluruhan hukum Allah akan
mempunyai makana baru yakni perintah Allah menjadi cara hidup kita dan
mengungkapkan perjanjian hubungan kita dengan Allah.
5.
KAITANNYA
DENGAN PERJANJIAN BARU
1. Perjanjian Lama berbeda dengan Perjanjian Baru.
Perjanjian Lama telah melahirkan
perjanjian dengan Allah termasuk dalam
sepuluh perintah Allah itu. Maka
perjanjian umat Israel dengan Allah berbeda dengan perjanjian umat
perjanjian Baru dengan Allah. Singkatnya perjanjian umat Kristen dengan Allah dan
Israel dengan Allah memang berbeda.
2. Peristiwa Yesus Kristus, Mesias telah datang, Ia tinggal
di antara kita, dihukum mati, dibangkitkan dari kematian, Roh Allah telah
diberikan kepada kita. Semua ini merupakan pengalaman religius perjanjian baru.
3.
Moralitas umat
perjanjian baru haruslah dilahirkan oleh pengalaman iman yang mendalam akan
kebangkitan Kristus. Iman akan Yesus Kristus itu mengajak kita untuk berbuat
lebih dari sepuluh perintah Allah. Maka harus disadari bahwa sepuluh perintah
Allah itu hanya salah satu bagian dari moralitas Kristen, bukan keseluruhannya. Sesuatu yang telah terjadi dan belum dibayangkan
terjadi adalah Yesus bangkit dan Roh-Nya bekerja di antara kita.
6.
BAGAIMANA PELAKSANAAN DI JAMAN SEKARANG
1. Menjalankan sepuluh perintah Allah tentu tidak sekedar
menghafalkan, mengubah rumusan negatif
“jangan” menjadi positif. Tidak pula sekadar menyesuaikannya dengan
kondisi masa kini.
2. Perbedaan sepuluh perintah Allah pada zaman Musa dan
bangsanya dengan sepuluh perintah Allah pada masa kini terletak pada perbedaan iman. Maka iman
menjadi masalah dasar dalam hal ini.
3. Tidak ada orang yang mau menjadi Kristen hanya dengan
menjalankan sepuluh perintah Allah sepanjang hidupnya. Untuk menjadi Kristen
faktor yang paling mendasar adalah keputusan pribadi atas iman kepada Yesus
Kristus yang bangkit dari alam maut.
Iman seperti itulah yang menjadi perwujudan kasih, menjadi dasar moralitas
Kristen. Tanpa pengalaman iman yang mendalam akan Yesus Kristus yang bangkit,
kita merasa tidak perlu lagi mendalami sepuluh perintah Allah.
Meskipun banyak orang dewasa ini mengalami kemunduran
standar moral, permasalahan mendasar dewasa ini seperti biasanya, bukan pada
perbuatan kita, tetapi pada iman kita.
FIRMAN
IV, HORMAT AKAN ORANGTUA
HORMATILAH IBU-BAPAMU
Perintah keempat ditujukan secara khusus kepada anak-anak yang menyangkut hubungan mereka dengan ayah dan ibu, karena
inilah hubungan yang
paling mendasar. Juga mencakup hubungan kekeluargaan dengan anggota keluarga yang lain. Perintah ini
menghendaki agar ditunjukkan penghormatan, cinta kasih dan terima kasih kepada sanak keluarga yang lebih tua dan nenek
moyang. Akhirnya perintah
ini juga menyangkut kewajiban anak-anak sekolah terhadap gurunya, karyawan
terhadap majikan, bawahan terhadap atasannya, warga negara terhadap tanah air dan
pemerintahnya. Jadi hal pokok yang ada dalam perintah ini adalah HAK dan
KEWAJIBAN. Hak dan kewajiban orangtua terhadap anak-anak mereka. Hak dan
kewajiban anak-anak terhadap orangtua mereka. Hak dan kewajiban pejabat
terhadap warga, hak dan kewajiban warga terhadap pemerintah dan Negara.
FIRMAN
V, HORMAT AKAN KEHIDUPAN
JANGAN MEMBUNUH
Firman
kelima melarang pembunuhan langsung dan dikehendaki sebagai dosa berat. Juga
melarang melakukan sesuatu dengan maksud menyebabkan secara tidak langsung
kematian seorang manusia. Hukum susila melarang membiarkan seorang tanpa alasan
berat menghadapi bahaya maut, demikian juga penolakan memberi bantuan kepada seorang
yang berada dalam bahaya maut.
Firman “jangan membunuh” membela hak manusia yang
paling dasariah yaitu hak atas hidup. Apa artinya menjalankan firman kelima dengan
mengikuti Kristus? Dalam kotbah di bukit
Yesus menjelaskan: “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang
kita:’jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum’. Tetapi Aku berkata kepadamu,
setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum, siapa yang berkata kepada
saudaranya jahil harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyalan”(Mat
5:21-22). Membunuh berarti membuang sesama dari persaudaraan manusia, entah dengan
membunuhnya, entah dengan mengkafirkannya, entah dengan membecinya. Jadi
sesungguhnya ada banyak pokok yang tercakup dalam firman kelima ini yang
menjadi bahan untuk diskusi moral. Demikian misalnya Membela diri terhadap
ancaman yang mematikan, Abortus, Eutanasia, Bunuh diri, Perang, Hukuman mati,
Bioetika . Tapi masalah-masalah baru ini akan dibahas pada bagian lain dari
makalah ini
Comments
Post a Comment