ANALISA
SOSIAL
DALAM
KATEKESE UMAT
1. ARTI ANALISA SOSIAL
Analisa Sosial adalah
suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang ada, mendalami institusi
ekonomi, politik, agama, budaya, dan keluarga, sehingga kita tahu sejauh mana
dan bagaimana institusi – institusi itu menyebabkan ketidakadilan sosial. Analisa sosial adalah satu
usaha nyata yang merupakan bagian penting menegakkan keadilan sosial. Dalam Katekese Umat, analisa sosial merupakan
alat bantu.
2. TUJUAN ANALISA SOSIAL
Mengetahui penyebab/ akar permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Dengan mempelajari institusi – institusi itu, kita akan mampu melihat
masalah sosial yang ada dalam
konteksnya yang lebih luas(lokal,
regional, nasional, dan internasional).
Dan kalau kita berhasil melihat suatu masalah sosial yang hendak
kita pecahkan dalam konteksnya yang lebih luas, maka kita pun dapat menentukan
aksi yang lebih tepat yang diharapkan dapat menyembuhkan sebab terdalam
dari masalah tersebut.
Membina iman yang terlibat dan bertanggungjawab
dalam kenyataan sosial.
3. MACAM-MACAM
ANALISA SOSIAL
a) Lima dimensi Analisa Sosial
Menurut Jhon Prior, analisa sosial dibagi kedalam
5 dimensi yaitu :
1.
Dimensi Ekonomis
Mulai dari menggambarkan
bagaimana kenyataan ekonomis dari situasi, yang didalamnya masyarakat menemukan
dirinya.
Pengalaman menunjukkan apabila suatu kelompok
menganalisa suatu dimensi secara sistematis maka akan diperoleh
penemuan-penemuan baru.
Penting juga untuk menempatkan analisa
tersebut pada suatu level zonal yang bergerak dari tingkat lokal ke regional,
dari regional ke nasional, dan dari tingkat nasional ke international. Hal ini
dilakukan guna memahami secara menyeluruh sifat saling mempengaruhi yang
terjadi pada dimensi ekonomi ini.
Dimensi ekonomi dalam banyak hal sangat
fundamental dan mempengaruhi apa yang terjadi pada dimensi-dimensi lain.
2.
Dimensi Politik
Hal ini berkaitan dengan
penggunaan kekuasaan di dalam masyarakat siapa yang menentukan undang-undang
dan melaksanakannya dan demi keuntungan siapa.
Yang terpenting ialah kenyataan
ketidakadilan yang begitu biasa dalam politik.
Menurut konsep kristiani
tentang pribadi adalah perlu bahwa orang berpartisipasi dalam membentuk
masyarakat mereka bagi keuntungan semua orang.
Bila partisipasi ini ditantang, hal ini
menjadi problem pastoral, karena akjan terjadi dehumanisasi
Proses dehumanisasi dalam masyarakat
menyebabkan mereka bersikap sebagai penerima pasif terhadap keputusan-keputusan
orang lain dan mempersulit mereka untuk menjadi manusia yang matang dan karena
itu juga sulit untuk sampai pada suatu jawaban yang penuh iman.
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial lebih mengarah
pada perhatian terhadap kelompok-kelompok basis yang membentuk masyarakat,
yakni kelompok petani, pekerja/buruh, tuan-tuan tanah dan kelompok orang kaya
pada umumnya.
Perhatian juga terhadap
realitas kelas-kelas, masyarakat, struktur keluarga, persekolahan, pemeliharaan
kesehatan, dan sistem legal.
Maka katekese hendak
mengarahkan minatnya untuk melihat bagaimana faktor-faktor ini membentuk
manusia yang dipanggil kepada kebebasan dan kematangan melalui rahmat Kristus.
4. Dimensi Kultural
Dimensi ini secara mendasar
lebih berhubungan dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, yang meresap
lebih jauh didalam motivasi mereka, misalnya mereka bertindak menurut cara yang
mereka biasa bertindak.
5. Dimensi Religius
Menurut istilah ilmu pengetahuan
sosial hal ini biasanya tergolong dalam dimensi kultural, namun karena
hal ini penting sebagai dimensi yang terdalam dari masyarakat, dimana
masalah-masalah terakhir dipertanyakan dan tinjauan dunia yang menyeluruh
diintegrasikan, hal itu meminta perhatian istimewa dari manusia.
Dimensi Analisa Sosial diatas dianalisa dengan
menggunakan 3 pendekatan ,
yaitu:
1.
Pendekatan analisis fenomenalis – historis
Dalam analisis ini menempatkan problem
yang sedang diselidiki dalam konteks sejarah seturut pandangan masyarakat
setempat yang dibandingkan dengan dokumen-dokumen seperlunya.
Analisis ini ditempatkan dalam konteks sejarah perjuangan
masyarakat.
Analisa ini dimunculkan dari
pengikut-sertaan dalam kecemasan dan pengharapan yang telah dialami selama ini.
2.
Pendekatan
analisis struktural – budaya (semiotik)
Melalui analisis ini dipahami sistem
pemahaman budaya dibalik pengalaman masyarakat yang dipakai oleh orang setempat
untuk menafsirkan pengalaman dan menata tingkah lakunya.
Yang dianalisis misalnya, simbol-simbol
bahasa, tingkah laku, dan benda.
3.
Pendekatan analisis sosiologis
Meneliti situasi seturut golongan-golongan
masyarakat.
Contohnya, golongan tua dan muda, pria dan
wanita, desa dan kota, petani, buruh, pedagang, orang kebanyakan, dan orang
elite.
b) Analisa
Sosial dengan “tiga poros”
Dalam Nota Pastoral 2004 berjudul “Keadaan
publik : menuju habitus baru bangsa”, KWI memperkenalkan analisa sosial dengan
3 poros, yaitu :
1. Poros Negara
Melalui badan-badan publiknya, negara
bergerak di ruang publik dengan menyelenggarakan kesejahteraan umum.
Keberadaannya berdasarkan kekuasaan yang
dilimpahkan secara sah padanya oleh masyarakat, melalui suatu proses demokratis
misalnya, Pemilihan Umum.
Lembaga publik ini mempunyai kuasa
regulatif yang memungkinkan pengaturan dan koordinasi hidup bersama misalnya
wewenang untuk melarang pabrik kertas membuang limbah di sungai yang
membahayakan kesehatan masyarakat di sekitar pabrik tersebut.
2. Poros Pasar
Bergerak di ruang publik melalui urusan
transaksi jual-beli barang dan jasa secara spontan namun “fair” demi keuntungan
baik bagi penjual, pembeli, maupun masyarakat pada umumnya.
3. Poros Masyarakat Warga
Berinteraksi di ruang publik atas dasar
saling percaya dan tata perilaku sosial yang diandaikan diterima dan dihormati
oleh semua pihak.
Contohnya, rasa aman berjalan di jalan
umum, rasa nyaman dalam beribadat, memasang lampu penerang di depan rumah demi
kepentingan bersama, semua hal ini
merupakan tanda ada dan berfungsinya sebuah komunitas warga.
c) SWOT
SWOT adl metode
perencanaan strategis yg digunakan utk mengevaluasi kekuatan kekuatan
(Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman
(Threats).
kekuatan
(Strengths): bgm kekuatan mampu mngembil keuntungan dr peluang yg ada
kelemahan
(Weaknesses): bgm cr mengatasi kelemahan yg akan menghambat keuntungan dn
peluang,
peluang
(Opportunities): peluang yang ada
diantara kelemahan
ancaman
(Threats): ancaman yg mungkin muncul dalam mencapai peluang
4. MODEL ATAU KERANGKA BERPIKIR DALAM MENGANALISA SITUASI
Ada 2 model yang sering
melatarbelakangi orang dalam mendekati masalah-masalah sosial, yaitu :
1. Model Konsensus
Menurut model konsensus ini
:
Struktur sosial yang ada merupakan hasil
konsensus bersama anggota masyarakat, perjanjian dan pengakuan bersama akan
nilai-nilai.
Setiap masyarakat pada hakekatnya teratur
dan stabil disebabkan karena adanya kultur bersama yang meliputi nilai-nilai,
norma, dan tujuan yang hendak dicapai, yang dianut dan dihayati oleh
masyarakat.
Dengan adanya konsensus bersama, maka tata
sosial dalam suatu masyarakat tetap stabil.
Oleh karena itu, masalah sosial dinilai
sebagai penyimpangan dari nilai-nilai dan norma-norma bersama karena dianggap
membahayakan stabilitas sosial dan penyelesaiannya selalu diusahakan didalam
kerangka tata sosial yang sudah ada.
Model konsensus ini melatarbelakangi 2
ideologi, yaitu :
a)
Ideologi Konservatif
-
Menjunjung
tinggi struktur sosial (stratifikasi sosial/tingkat sosial).
-
Perbedaan
tingkat sosial disebabkan karena perbedaan diantara individu-individu dengan
bakat-bakat yang berbeda, setiap orang harus berkembang sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
-
Prestasi
yang berbeda dan hak untuk mendapat balas jasa yang berbeda merupakan dasar
adanya hak milik pribadi.
-
Kaum konservatif melihat
masalah kemiskinan sebagai kesalahan pada orang miskin itu sendiri. Sebab orang
miskin dinilai bodoh, malas, tidak punya motivasi berprestasi yang tinggi,
tidak punya ketrampilan, dsb.
-
Kaum konservatif sering
berbicara mengenai kultur dan mentalitas orang miskin yang mereka anggap
sebagai sebab kemiskinan karena mereka menilai positif struktur sosial yang
sudah ada maka orang miskin dianggap sebagai orang yang gagal menyesuaikan diri
dalam tata sosial yang ada atau bahkan menyimpang dari ketentuan yang
diharapkan dan disetujui masyarakat.
-
Kaum konservatif senang
menyebarluaskan contoh-contoh orang yang berhasil misalnya, dari bekerja
sebagai penjual koran akhirnya bisa menjadi orang yang sukses.
-
Kaum konservatif tidak
mendukung adanya campur tangan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. Misalnya,
pemerintah memberi dana bagi mereka yang berpendapatan rendah, maka hal ini
dianggap akan membuat orang miskin semakin malas dan mengurangi motivasi untuk
berkembang bagi kelompok tersebut.
b)
Ideologi Liberal
-
Liberalisme
memandang manusia sebagai yang digerakkan oleh motivasi kepentingan ekonomi
pribadi dan liberalisme mempertahankan hak manusia untuk mencapai semaksimal
mungkin cita-cita pribadinya.
-
Liberalisme
percaya akan efektivitas pasaran bebas dan hak atas milik pribadi, hak-hak,
kebebasan individu sangat ditekankan dan diperjuangkan demi untuk melindungi
individu-individu terhadap kesewenangan negara.
-
Kaum
liberal memandang kemiskinan sebagai masalah yang serius, karenanya harus
diselesaikan dalam struktur politik, ekonomi yang sudah ada. Yang terpenting
ialah diciptakannya kesempatan yang sama untuk berusaha bagi setiap orang tanpa
diskriminasi.
-
Kaum
liberal percaya bahwa orang miskin dapat mengatasi kemiskinan mereka asalkan
mendapat kesempatan berusaha yang memadai.
-
Untuk
mengatasi kemiskinan, kaum liberal mengusulkan diperbaikinya
pelayanan-pelayanan bagi kaum miskin, membuka kesempatan-kesempatan kerja baru,
membangun perumahan dan menyebarluaskan pendidikan.
-
Sehubungan
dengan kultur orang miskin, kaum liberal mempunyai pandangan yang optimistis. Menurut
mereka agar orang miskin terbebaskan dari kultur kemiskinannya maka perlu
diadakan perubahan-perubahan terhadap lingkungan dan situasi hidup mereka yang
meliputi, dihapuskannya diskriminasi dalam mencari kerja, perumahan, dan pendidikan.
Perlu juga diciptakannya lapangan-lapangan kerja dan latihan-latihan
ketrampilan dan diperbaikinya pelayanan-pelayanan lainnya.
-
Menurut
kaum liberal, jika kondisi-kondisi sosial dan ekonomi telah diperbaiki dan
kesempatan-kesempatan baru telah terbuka bagi orang miskin maka mereka akan
siap menyesuaikan diri dengan kultur dominan dalam masyarakat dan meninggalkan
kultur mereka.
-
Baik
konservatif maupun liberal mempertahankan struktur sosial yang sudah ada.
Struktur sosial ditandai dengan perbedaan tingkat sosial, sistem ekonomi
kapitalis, dan demokratis politik.
-
Dalam
memandang kemiskinan ada perbedaan antara kaum konservatif dan liberal.
Konservatif cenderung menyalahkan orang miskin sebab tidak berusaha menggunakan
kesempatan-kesempatan yang ada yang disediakan oleh masyarakat, sedangkan kaum
liberal memandang bahwa kesempatan yang ada belum cukup memadai sehingga orang
miskin tidak bisa hidup sesuai harapan, maka usaha kaum liberal ialah bagaimana
memungkinkan orang miskin hidup dalam struktur sosial yang sudah ada, sedangkan
kaum konservatif lebih cenderung membiarkan orang miskin berusaha sendiri.
2. Model Konflik
Menurut model konflik ini :
Struktur sosial yang ada sebagai hasil
pemaksaan sekelompok kecil anggota masyarakat terhadap mayoritas warga
masyarakat. Jadi, struktur sosial bukanlah hasil konsensus seluruh warga
apalagi persetujuan bersama mengenai nilai-nilai dan norma-norma.
Struktur sosial adalah dominasi sekelompok
kecil dan kepatuhan serta ketundukan sebagian besar warga masyarakat atas
dominasi kelompok kecil tersebut.
Hukum dan undang-undang dalam masyarakat adalah ciptaan kelompok
kecil, elite, kelompok yang memerintah untuk mempertahankan kepentingan mereka.
Hukum dan undang-undang ditujukan untuk melindungi milik-milik pribadi dan
kepentingan mereka.
Model ini memandang positif perubahan-perubahan dan konflik sebagai
sumber-sumber potensial bagi perubahan sosial yang progresif.
Penganut model ini selalu mempertanyakan struktur sosial yang sudah
ada dan menganggapnya sebagai penyebab kemiskinan. Maka, persoalan kultur dan
mentalitas orang miskin tidak menarik perhatian para penganut model konflik
sebab persoalan kultur orang miskin dianggap tidak mempersoalkan secara
mendasar struktur ekonomi dan kekuasaan politik yang sudah ada.
Model konflik menilai kultur dan mentalitas orang miskin yang sudah
digambarkan oleh kaum konservatif disebabkan oleh struktur sosial itu sendiri
yang tetap bertahan sejak dahulu.
Penganut model ini selalu mempersoalkan struktur sosial yang dianggap
sebagai sebab kemiskinan. Untuk menganalisa keadaan mereka selalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, sebagai berikut :
-
Kelompok mana yang mendapat
untung dari sistem masyarakat yang ada dan kelompok mana yang dirugikan?
-
Siapa yang menang dan siapa
yang kalah dalam kompetisi, dalam grup dan di antara grup yang ada?
-
Faktor-faktor mana yang
menentukan siapa pemenang dan siapa yang kalah?
Pandangan model konflik
tentang masyarakat
·
Penganut model ini melihat
masyarakat yang ada sebagai masyarakat massal yang terdiri dari kelompok elite
yang berada di atas dan massa rakyat banyak yang ada di lapisan bawah yang sama
sekali tidak terorganisasi sehingga tidak memiliki konsumen mass media.
·
Komunikasi terjadi hanya satu arah dan pendengar-pendengar individual
tidak dapat memberi reaksi/jawaban kembali sehingga kelompok ini tidak mampu
menyuarakan pendapat mereka.
·
Penganut model konflik juga
berpendapat bahwa dalam masyarakat kemiskinan memang sengaja dipertahankan
sebab orang-orang miskin dianggap memang mempunyai fungsi.
·
Sistem ekonomi, kepentingan
kelompok penguasa, dan elite penguasa membutuhkan kelanggengan kemiskinan sebab
kemiskinan akan menjamin adanya pekerja-pekerja kotor yang harus dikerjakan
dalam masyarakat. Dengan kata lain, kemiskinan berfungsi menyediakan
tenaga-tenaga kerja murah yang mau menangani pekerjaan kotor dengan upah murah,
maka sebenarnya orang miskin memberikan subsidi berbagai macam kegiatan ekonomi
yang menguntungkan orang kaya.
·
Orang miskinn juga berfungsi
menstabilkan proses kehidupan politik, karena pada umumnya mereka acuh dan
kurang berminat dalam kegiatan politik, misalnya dalam PEMILU, sejauh mereka
telah diharapkan pasti akan memilih partai tertentu maka partai yang
bersangkutan terus memusatkan perhatian dan usahanya untuk memperoleh dukungan
suara dari kelompok kelas menengah dan atas, sebab orang miskin dianggap sudah
dalam genggaman.
·
Orang miskin juga dibutuhkan
sebagai identifikasi jelas pelanggaran-pelanggaran norma masyarakat. Misalnya,
untuk membenarkan baiknya kerja keras, rajin, jujur, monogami, maka para
pendukung dan pembela norma-norma ini harus dapat menemukan orang-orang yang
bisa dinilai sebagai orang-orang yang malas, penipu, dan asusila. Demikianlah
nasib orang miskin yang lebih mudah daripada kelompok kelas menengah dan atas
untuk ditangkap dan dihukum jika mereka melanggar norma-norma masyarakat.
Amal dan sosial
·
Menurut penganut model konflik,
segala usaha amal, jaminan sosial, pelayanan-pelayanan sosial dianggap sekedar
untuk menyenangkan orang miskin hanya untuk sementara saja.
·
Pelayanan-pelayanan sosial
diadakan hanya untuk tujuan ekonomis dan politis yaitu demi terhindarnya
kekacauan sosial dan demi pengaturan kerja dengan upah rendah.
·
Dihindarinya kekacauan sosial
dimaksudkan agar sistem politik yang ada dapat terus dipertahankan, sedangkan
pengaturan dengan upah rendah demi kelangsungan sistem kapitalisme.
·
Dengan demikian,
jaminan-jaminan sosial yang diberikan Negara untuk orang-orang miskin pada
hakikatnya adalah mekanisme untuk mengontrol dan mengendalikan orang-orang
miskin.
Jalan keluar
·
Menurut penganut model konflik,
jalan keluar yang mengarah kepada perubahan sosial melewati garis moderat
sampai pada garis yang benar-benar radikal.
·
Garis moderat menghendaki
demokrasi partisipatif baik dalam grup-grup sosial yang ada maupun dalam
organisasi-organisasi sebagai tujuan yang harus dicapai oleh setiap masyarakat.
Penganut garis moderat tidak menganggap penting kepemimpinan sebaliknya mereka
yakin bahwa semua orang harus ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan-keputusan
yang mempengaruhi hidup mereka. Mereka menentang segala bentuk birokrasi,
pengaturan dari luar, maka mereka menginginkan adanya kontrol, misalnya
Mahasiswa terhadap Perguruan Tingginya, Buruh atas Pabriknya, dsb.
·
Penganut garis radikal menganjurkan
aksi-aksi menentang sistem sosial yang ada, misalnya ketidaktaatan rakyat akan
segala aturan yang ada, sebab mereka yakin bahwa tidak mungkin mengadakan
perubahan-perubahan lewat saluran-saluran resmi/legal yang ada misalnya melalui
PEMILU, saluran ini dianggap tidak efektif.
Perbedaan antara model konsensus dan model konflik secara skematis adalah
sebagai berikut :
ASPEK
|
MODEL KONSENSUS
|
MODEL KONFLIK
|
|
KONSERVATIF
|
LIBERAL
|
||
1.
Struktur
Sosial
|
-
Hasil
konsensus.
-
Tidak
dimasalahkan, bahkan dipertahankan.
|
- Hasil konsensus.
-
Tidak dimasalahkan,
bahkan dipertahankan.
|
- Buatan
sekelompok kecil, yang lalu dipaksakan kepada minoritas.
- Selalu
dimasalahkan.
|
1.1Stratifikasi
sosial
|
- Disebabkan oleh bakat individu; jasa atau karya
seseorang dan masyarakat wajibh memberi balas jasa. Ini dasar hak milik
pribadi.
- Menekankan asas
ketidak-samarataan.
|
Sama dengan
konservatif.
|
- Dibuat oleh yang
berkuasa.
- Hak milik pribadi
itu relative,
mepunyai fungsi
sosial.
- Menekankan asas
kesama-rataan.
|
1.2 Otoritas/
kepemimpinan
|
Dinilai sangat
hakiki
|
Sama dengan
konservatif
|
- Bersikap
kritis
Terhadap
kepemimpinan.
- Otoritas
akan
Mementingkan
diri
sendiri
(KUD).
|
1.3 Konflik kelas
|
- Cenderung menutup adanya konflik kelas.
- Menekankan
persatuan
|
Sama dengan
konservatif
|
Cenderung
membuka konflik kelas yang disembunyikan.
|
1.4 Stabilitas
|
Stabilitas
ditekankan
|
Sama dengan
konservatif
|
Dinamika/perubahan
sosial ditekankan.
|
1.5 Peraturan
|
Sedikit
mungkin peraturan. Laissez faire, Laissez
passer.
|
|
Perlu adanya peraturan yang membatasi elite.
|
2.
Kemiskinan
|
Kesalahan
orang yang bersangkutan sebagai sebab.
|
Kurangnya
kesempatan berusaha bagi orang miskin.
|
Struktur sosial
sebagai sebab.
|
3. Usaha
mengatasi kemisknan.
|
- Membiarkan.
-Menentang
segala usaha/bantuan pemerintah/dari luar; menilainya counter produktive.
- Himbauan moral.
|
Menyediakan, memperluas kesempatan untuk berusaha bagi orang miskin.
|
Merubah struktur sosial, demokrasi, kekuasaan di tangan orang miskin.
|
4.
Aktor perubahan demi mengatasi kemiskinan
|
Orang yang bersangkutan sendiri.
|
Pemerintah, elite.
|
Aktor utama adalah orang miskin sendiri.
|
5.
Cara mengatasi.
|
Menertibkan
orang-orang yang bersangkutan (himbauan moral).
|
Mengembangkan,
merealisir kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam sistem.
|
Mengganti
sistem/aturan.
|
3. Model Konsensus atau Model Konflik
·
Model konsensus dan model
konflik merupakan dua sisi pandangan tentang kenyataan masyarakat, yang saling
melengkapi dan tidak dapat diabaikan salah satunya.
·
Konsensus atau konflik dalam
masyarakat merupakan aspek-aspek struktur masyarakat yang dapat dimengerti jika
kita menyadari adanya dialektik antara stabilitas dan perubahan, antara
konsensus dan konflik.
·
Kedua model ini dipilih hanya
untuk menerangkan masalah sosial yang ada, mengingat sebagian besar penduduk
baik ditingkat regional, nasional, maupun international miskin hanya sebagian
kecil penduduk yang kaya maka untuk menerangkan situasi kemiskinan ini model
konfliklah yang lebih tepat.
·
Pemilihan
model juga didasarkan pada posisi/jabatan seseorang. Orang yang telah menduduki
posisi yang enak dan aman, misalnya sebagai pejabat pemerintahan atau telah
berhasil di bidang ekonomi biasanya cenderung memilih model konsensus,
sebaliknya orang-orang yang tidak menduduki posisi/jabatan yang aman dan enak
cenderung memilih model konflik.
·
Demikianlah
orientasi sosial dan politik seseorang menentukan pemilihan model. Pemilihan
model tergantung pada sistem nilai seseorang, maka penting sekali orang
mengungkapkan sistem nilainya dalam membahas masalah sosial.
KESIMPULAN:
a.
Model
Konsensus
Yaitu melihat ketidakberesan masyarakat sebagai
sesuatu yang harus diperbaiki tanpa merombak
struktur masyarakat itu sendiri, karena struktur itu sudah harmonis, hasil
konsensus. Ketidakberesan lebih disebabkan karena individu-individunya.
Dibedakan lagi atas model consensus kosevatif dan model consensus konflik.
b.
Model
Konflik
Yaitu melihat ketidaberesan masyarakat sebagai
sesuatu yang menyangkut struktur dan
sistem masyarakat, di mana selalu ada perbedaan dan adu kepentingan antara
kelompok masyarakat. Model konflik lebih mampu membuka ketidakadlan. dengan
menggunakan ANSOS model konflik bertujuan untuk membangun persaudaraan sejati.
5. SOTARKAE
SEBAGAI SALAH SATU MODEL KU ANSOS
Metode SOTARKAE
dikembangkan oleh Manuel Olivera, di Amerika Latin. Dengan Group Medianya. Tahun 1985-1986, ia memberi
kursus dalam mempergunakan media (program kaset suara, kaset video, sound
slide, cerita bergambar, foto), media yang khusus dibuat untuk kelompok kecil,
dan dikembangkan khusus untuk kebutuhan orang kecil, perkembangan selanjutnya
disisipkan satu langkah lagi yaitu dengan memasukkan peranan Kitab Suci di
dalam membuat Rangkuman, lalu ditambah K dari SOTARAE menjadi SOTARKAE.
SOTARAE adalah kumpulan huruf-huruf pertama dari:
S : Situasi
O : Obyektif
T : Tema-tema
A : Analisis
R : Rangkuman
K : Kitab
suci
A : Aksi
E : Evaluasi
SOTARKAE adalah salah satu bentuk/model KU sebagai tawaran untuk menganalisa sebuah
dokumen. Yang dimaksud dengan dokumen di sini adalah suatu peristiwa berupa cerita, peristiwa baik
tertulis maupun lisan yang menggambarkan suatu masyarakat tertentu.
Ø Dokumen tertulis, misalnya surat kabar (berita tentang permasalah
masyarakat kita).
Ø Dokumen yang tidak tertulis, misalnya cerita lisan, audio (kaset
video), legenda/ceritera rakyat, audiovisual
Jadi dokumen adalah sarana-sarana yang memperlihatkan situasi
masyarakat yang mau dianalisakan.
Syarat-syarat dokumen yang baik:
Ø Pendek/singkat, jangan terlalu panjang dan berbelit agar mudah
ditangkap oleh peserta.
Ø Jelas maksudnya, mudah ditangkap isinya secara obyektif, jangan
merupakan teka-teki yang menimbulkan berbagai konotasi/penafsiran ganda.
Ø Mengandung suatu permasalahan yang menantang kita untuk berfikir
lebih lanjut dan mendiskusikannya.
Langkah-Langkah
1.
SITUASI
Menjajaki kesan pertama yg ditimbulkan oleh dokumen utnk membuka
suatu pembicaraan stelah dipertunjukkan; apa yg dirasakan, pengalaman, atau
ingatan apa yg timbul.
2.
OBYEKTIF
Meminta peserta untuk menceritakan kembali, apa, siapa, bagaimana,
di mana dan lain-lain. Tujuan yang ingin dicapai dalam langkah ini adalah:
Untuk mengembangkan kemampuan mengobservasi
Untuk mengungkapkan kepada orang lain apa yang anda lihat atau
dengar.
Menyediakan waktu yang cukup untuk mengedepankan buah-buah pikiran,
sehingga tidak tergesa-gesa dalam penilaian.
3.
TEMA-TEMA
Mengajak peserta untuk mencari pokok-pokok pembicaraan yang
ditemukan dalam dokumen tersebut dan
hasil observasi sehub dg tema pokok dikelompokkan.
Pokok-pokok itu diidentifikasi menurut prioritas.
4.
ANALISA
Pembahasan tema. Unsur-unsur
yang perlu diperhatiakn:
Apa yang menonjol
Apa yang implisit/tersembunyi dan jelas ada meskipun tidak kelihatan
Konteks, sebab-sebab, asal-usul, hubungan dengan fakta, gagasan dan lingkungan
yang lain.
Yang berhubungan dengan orang, situasi, fakta atau ide yang lain
dari masa yang lampau atau dari jaman sekarang.
5.
RANGKUMAN
Setelah menganalisa, persoalan itu dirangkum untuk menemukan masalah
pokok. Merangkum belum menyelesaikan persoalan tetapi dengan maksud supaya bisa
mengadakan pemetaan masalah. Dengan pemetaan masalah kita akan mengambil satu
langkah apa yang dapat kita perbuat.
6.
KITAB SUCI
Merenungkan
Mendalami
Mencari
pesan
7.
AKSI
Mengajak peserta untuk bersama-sama menentukan langkah-langkah
konkrit yang dapat dibuat sebagai tanggapan atas masalah yang telah dibicarakan
bersama.
8.
EVALUASI
Sediakanlah waktu untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah
berlangsung.
Catatan tambahan :PENGANTAR KATEKESE
1.
Pengertian Katekese Umat dalam PKKI II:
Katekese umat diartikan sebagai tukar menukar
pengalaman iman antara anggota jemaat / kelompok. Melalui kesaksian para
peserta membantu sedemekian rupa, sehingga masing-masing diteguhkan dan
dihayati secara makin sempurna. Dalam Katekese Umat tekanan diletakan pada
penghayatan iman meskipun oengetahuan tidak dilupakan. KU mengandaikan
perencanaan.
2.
Pusat Katekese: Dalam
katekese umat, kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, Pengantara
Allah yang
bersabda kepada kita dan Pengantara kita menanggapi sabda Allah. Yesus Kristus
tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian
Baru yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisinya.
3.
Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memlikh
Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus. Kristus
menjadi pola hidup pribadi maupun kehidupan kelompok.
4.
Pemimpin
katekese
bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Tugas seorang
pemimpin KU yaitu menciptakan suasana yang komunikatif, membangkitkan gairah
supaya para pesrta berani berbicara secara terbuka.
5.
Katekese Umat merupakan komunikasi iman dari
peserta sebagai sesama dalam iman yang
sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta berdialog
dalam suasana terbuka, ditandai sikap saling menghargai dan saling
mendengarkan.
6.
Tujuan
Komunikasi iman adalah :
©
Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi
arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.
©
Dan kita bertobat (matanoia) kepada Allah dan
semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
©
Dengan demikian kita semakin sempurna beriman,
berharap, mengamalkan cinta kasih, dan makin dikukuhkan dalam hidup kristiani
kita.
Sebagai catatan, ketiga
tujuan ini mengarah kepada iman yang personal atau iman yang mempribadi.
©
Kita makin bersatu dalam Kristus, makin
menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja
semesta (iman yang eklesial atau menggereja).
©
Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang
Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (iman yang memasyarakat)
Kunci
keberhasilan Katekese Umat adalah Pembina Katekese Umat yang disebut sebagai “Pemudah” atau “Fasilitator’.
7.
Tiga dimensi
KU:
a)
KU sebagai
CITA-CITA: Katekese di indonesia memiliki cita-cita dari, untuk, oleh umat
b)
KU sebagai
GERAKAN: KU menjadi model/ pla bagi katekese yang lain. KU bersifat dialogal
c)
KU sebagai
PILIHAN: Gereja Katolik Indonesia (mll perwakilan Komkat sekeuskupan di
indonesiaà 33 diundang, 30 datang) memilih katekese yang cocok
diterapkan sesuai konteks Indonesia adl KU. Pemilihan berdasar KV II (Grj adl
Umat Allah) dan konteks di Indonesia (Musyawarah mufakat)
8.
ANSOS
dibahas dalam PKKI V (Wisma Kinasih Caringin-Bogor 22-30 September 1992)
Tema Pertemuan
PKKI V: Membina Iman yang Terlibat dalam
Masyarakat.
Dua hal yang perlu ditingkatkan, yaitu:
ü Melihat dan memahami masalah ketidakadailan ini
secara lebih mendalam dan meluas lewat analisa sosial.
ü Melihat dan mendalami persoalan ketidakadilan
serta penanganannya dalam terang Kitab Suci.
Maka dalam PKKI V ini, para peserta bergumul
dengan analisa sosial dan Kitab Suci dalam menggambarkan Katekese Umat dan
lebih menjawab persoalan zaman.
Hasil pertemuan PKKI V yaitu :
A.
Analisa
Sosial
1. Laporan
dan Refleksi
Dari
hasil sering dari tiap keuskupan ditemukan kesan bahwa: banyak keuskupan telah
berusaha menggunakan ANSOS dalam KU. Namun, makna dan pelaksanaan ANSOS
belumlah memadai. Maka dibutuhkan pelatihan untuk membuat ANSOS dengan baik.
Kemudian
diberi catatan-cacatan refleksi dari para pakar pendamping, yaitu:
a.
Makna
ANSOS
Analisa sosial hanya merupakan alat bantu.
ANSOS biasanya diawali dengan observasi.
Melalui ANSOS, kita berjumpa dengan dimensi
raksasa/global. oleh karena itu perlu penyederhanaan, perlu dilakukan
langkah-langkah kecil yang berpengaruh dalam mengambil keputusan.
Melalui ANSOS, akan ditemukan nilai-nilai
tertentu dalam masyarakat dan kemungkinan dapat terbebaskan dari belenggu
masalah. Katekese mempertemukan kisah historis manusia/umat dengan Injil.
Katekese berciri sosial merupakan suatu proses
penegakan keadilan. Hasil Katekese Sosial :
Untuk katekese berciri sosial, peserta perlu
memperhatikan 2 hal :
ü Tidak boleh berhenti pada keadilan personal
tetapi harus sampai Ada
tidaknya perubahan kesadaran
ü Terjadi atau tidaknya prubahan yang lebih luas.
ü Apakah Katekese sosial dapat atau harus
menemukan/menunjkkan jalan keluar?
ü kepada keadilan sosial
ü Perlu menyadari faktor-faktor apa saja yang
penting untuk mewujudkan keadilan.
2. Latihan
ANSOS
Peserta PKKI diajak untuk memperdalam ANSOS
lewat latihan-latihan menganalisis. Kemudian diperkenalkan model-model analisa
sosial. Model berarti kerangka dalam melihat suatu realitas sosial. Ada 2 model
ANSOS yang diperkenalkan dalam PKKI V, yaitu :
c.
Model
Konsensus
Yaitu melihat ketidakberesan masyarakat sebagai
sesuatu yang harus diperbaiki tanpa merombak
struktur masyarakat itu sendiri, karena struktur itu sudah harmonis, hasil
konsensus. Ketidakberesan lebih disebabkan karena individu-individunya.
Dibedakan lagi atas model consensus kosevatif dan model consensus konflik.
d.
Model
Konflik
Yaitu melihat ketidaberesan masyarakat sebagai
sesuatu yang menyangkut struktur dan
sistem masyarakat, di mana selalu ada perbedaan dan adu kepentingan antara
kelompok masyarakat. Model konflik lebih mampu membuka ketidakadlan. dengan
menggunakan ANSOS model konflik bertujuan untuk membangun persaudaraan sejati.
B.
Kitab
Suci dalam Katekese Umat
1. Keterkaitan
ANSOS dan Kitab Suci
©
ANSOS membantu untuk mengerti bagaimana
Kerajaan Allah berjuang di tengah dunia melawan kekuatan-kekuatan yang
menentangnya, struktur-struktur sosial yang ada, mengungkit wujud konkrit
Kerajaan Allah yang harus. KS membantu untuk mengenal Kerajaan Allah seperti
yang diwartakan oleh Yesus Kristus.
©
Jadi ANSOS membantu kita melihat KS dalam
perspektif Kerajaan Allah.
2. Pertemuan
dengan Kitab Suci dalam KU
Dalam KU
kita tidak dipertemukan dengan teks KS, tetapi dengan pengalaman KS. Pengalaman
kita bertemu dengan pengalaman KS.
3. Menafsirkan
teks Kitab Suci
Untuk bisa masuk dalam pengalaman alkitabiah,
harus mampu menafsirkan teks Kitab Suci. Dalam menafsirkan teks KS dalam
ber-KU, maka harus setia pada teks KS dan tetap memperhatikan pendengar. Para
katekis, harus disentuh disentuh, digoyahkan, ditegur oleh KS sebelum ia
membawa peserta ke sabda Tuhan. KS sebagai sarana, artinya membiarkan Tuhan
sendiri berkarya dalam kelompok.
4. Makna
Kitab Suci dalam KU
a. Mengartikulasikan
pengalaman sosial peserta KU secara lebih tajam.
b. Mengkritik
sikap kita, para peserta.
c. Menegur,
meneguhkan memberi banyak kemungkinan, membuka wawasan, memberi inspirasi.
Komentar
Posting Komentar